Global Lombok, Lombok Tengah – Dilaporkannya akun penyebar pamflet kontroversi mengenai Bupati dan Wakil Bupati Loteng berada di balik jeruji besi oleh keluarga besar Kepala Daerah (Kada) Loteng dan relawannya memantik reaksi sejumlah tokoh.
Salah satunya Ali Wardhana sebagai Ketua Kode HAM NTB sekalgus sebagai aktivis di Lombok Tengah.
Kepada media ini, Ali menyatakan bahwa pamflet yang tesebar tersebut sebenarnya sebagai seruan aksi demonstrasi kepada seluruh warga Lombok Tengah yang merasa tidak puas terhadap janji politik yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk memperbaiki ruas jalan Pengembur hingga Mawun.
Hanya saja, yang menjadi sorotannya adalah bukan perkara pamflet kontroversial itu melainkan sikap keluarga besar yang justru melaporkan penyebar pamflet ke aparat penegak hukum.
Menurutnya, sikap yang diambil justru akan menjadi blunder dan menyebabkan tanda tanya besar di tengah masyarakat serta memunculkan opini bahwa pemerintah daerah Lombok Tengah ternyata anti kritik dan tidak mau mendengarkan aspirasi masyarakat.
“Demo itu bagian dari penyampaian aspirasi dik,” ungkapnya.
“Sehingga mestinya pemerintah daerah ini mendengar aspirasi masyarakat,” sambungnya.
Terkait dengan isi pamflet yang menjadi pokok persoalan karena diduga mengandung tuduhan bahwa Bupati, Wakil Bupati dan Sekda Loteng menjadi tersangka dalam sebuah kasus serta berada di balik jeruji besi, Ali malah tertawa ringan. Dia mengatakan bahwa hal itu sebenarnya tidak untuk dibesar-besarkan sebab kita harusnya bisa mengambil sikap yang bijaksana terhadap persoalan seperti ini. Termasuk juga bisa menerima makian dari masyarakat yang merasa kecewa terhadap kepemimpinannya.
Justru, lanjut pria yang akrab disapa AW ini, sikap keluarga besar Kada Loteng yang melaporkan penyebar pamflet ini ke APH akan menjadi provokasi kepada masyarakat.
“Kalau menurut saya malah itu adalah provokator sesungguhnya, bisa menimbulkan reaksi yang lebih dahsyat lagi. Coba didiamkan, pasti gak ada soal," katanya.
Lebih jauh dikatakan, pihaknya juga menyayangkan sikap pemerintah daerah melalui akun mengatas namakan Wakil Bupati Lombok Tengah, HM Nursiah yang saling bersahutan dengan masyarakat melalui medsos.
Di dalam akun itu sempat dinyatakan bahwa yang dikhawatirkan sebenarnya adalah framing pembangunan ruas jalan yang sejatinya akan dikerjakan tahun 2025 ini adalah hasil dari demonstrasi yang akan digelar Kamis (17/4) pekan ini.
Hal ini justru menyiratkan Wakil Bupati seolah-olah saling rebut panggung dengan masyarakat karena khawatir pembangunan yang akan dilaksanakan berdasarkan hasil demo dan bukan hasil pemikiran serta upaya murni pemerintah daerah.
Perlu dicatat, lanjut dia, bahwa pembangunan dan perbaikan ruas jalan dimaksud itu dimulai sejak MusrenbangDes dilaksanakan sebagai wadah penyerap aspirasi masyarakat. Karena terlalu lama tidak diakomodir kebutuhannya maka sekarang masyarakat sendiri mengingatkan hasil perencanaan tersebut, salah satunya melalui aksi demo itu sendiri.
“Kalau seperti itu kok terkesan takut sekali nggak dapat panggung, khawatir dikatakan kalau pembangunan itu hasil demo dan seterusnya,” kesalnya.
“Akun ini Melilak (Memalukan-Red) Wakil Bupati ini,” cibir AW.
Dia mengingatkan kembali bahwa sikap untuk melaporkan penyebar pamflet merupakan sebuah langkah blunder yang bisa memancing reaksi negatif dan lebih parah dari masyarakat. Sehingga dia meminta agar pemerintah dan keluarga besar bisa mengambil langkah lebih bijak lagi menyikapi persoalan yang ada.
"Yang disebut dalam pamflet itu kan Bupati dan Wakil Bupati. Bupati/Wabup itu bukan orang tapi sebuah jabatan dan jabatan itu adalah fungsi. Memaki atau menghujat fungsi bisa saja dilakukan oleh siapapun tapi menghujat personal orang itu yang tidak dibenarkan," terang dia.
"Sudahlah, sayang sih sayang. Saya jika digangggu personal Lalu Pathul Bahri ini adalah orang terdepan yang akan membela bahkan dengan darah tetapi soal fungsi dan kebijakan itu adalah hak rakyat menilai kebijakan beliau selama ini. Kalem saja," tutupnya. (gl02)
Komentar0