Dalam Hearing bersama DPRD komisi II (19/12/24), Lalu Eko mengatakan bahwa pupuk bersubsidi merupakan barang dalam pengawasan pemerintah tentunya peran satgas yang di bentuk oleh dinas pertanian sangat di butuhkan dalam pengawasan dan penindakan terhadap oknum mafia pupuk Siapapun bekingannya.
Dia menilai bahwa selama ini peran satgas tidak pernah ada. Bahkan lalu eko menyentil terkait penangkapan pupuk bersubsidi dari Sumbawa yg ditangkap di Janapria yang dilakukan oleh Polres Lombok Tengah yang jelas jelas merupakan tindak pidana.
“Namun hingga saat ini pelakunya dimana, barang bukti truk pengangkut dimana, perkara sampai dimana?” tanyanya.
Berkaca dari itu, lanjut pria yang akrab disapa Bajang Eko ini menyampaikan bahwa satgas terkait pupuk bersubsidi tidak berperan dan hanya sebatas nama saja.
“Buktinya para petani masih mengeluhkan harga pupuk bersubsidi mahal jauh dari harga HET yang telah di tentukan pemerintah,” tegas dia.
Dia menambahkan bahwa peran dinas pertanian sangat penting dalam penyaluran pupuk bersubsidi ini. Dinas pertanian harus memastikan bahwa pupuk bersubsidi tepat sasaran dan sesuai peruntukannya. Untuk pupuk bersubsidi tidak boleh diperjual belikan kepada yang bukan anggota kelompok tani apalagi sesuai pengaduan para petani jika membeli pupuk bersubsidi harus juga membeli pupuk non subsidi itu sebuah pelanggaran.
“Sebenarnya di Lombok Tengah ini tidak kekurangan pupuk bersubsidi jika penyalurannya tepat sasaran dan betul betul di peruntukan kepada petani yg terdaftar di kelompok tani. "Pupuk bersubsidi ada ribut apalagi pupuk bersubsidi langka," tambah dia dengan kesal.
Permasalahan pupuk bersubsidi menurutnya ada di data RDKK yang tidak valid, karena jumlah area pertanian dari tahun ke tahun semakin berkurang berubah fungsi menjadi BTN, jalan, ruko, hotel dan lain lain namun data anggota kelompok tani serta data luas lahan pertanian pada RDKK yg terdaftar di dinas pertanian tidak pernah di ubah, tentunya anggota kelompok tani tersebut tidak lagi membutuhkan pupuk bersubsidi dari pengecer, sehingga terjadi penumpukan pupuk bersubsidi di kalangan pengecer.
Diduga kesempatan itulah dimanfaatkan oleh mafia pupuk menjual pupuk bersubsidi yang tak bertuan tersebut dengan harga di atas HET, belum lagi petani yang tidak menanam akibat kekeringan tentunya tidak mau mengambil pupuk bersubsidi miliknya di pengecer.
"Itu juga peluang bagi oknum mafia pupuk," katanya.
Lalu eko juga akan berkoordinasi dengan BPK RI perwakilan Provinsi NTB terkait distributor pupuk bersubsidi yang tidak menyalurkan pupuk bersubsidi ke pengecer sehingga menumpuk di gudang distributor. Padahal pupuk bersubsidi tersebut harus habis salurkan setiap tahunnya.
“Jika tidak habis di salurkan mau diapakan pupuk bersubsidi tersebut, karna tahun berikutnya distributor akan mendapatkan pupuk bersubsidi untuk di salurkan kembali kepengecer,” tutupnya. (*)
Komentar0