Oleh _Syuhada’ Nuzulaa Mahasiswi semester 1 program Study PGMI Universitas Islam Negeri Mataram.
"PANDANGAN BERAGAMA"
"Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people." ~Karl Max
Karl Max menyatakan Agama adalah opium bagi masyarakat. Agama merupakan alat bagi setiap individu untuk menuju kesetabilan batin.
Pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk Agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut Agamanya dan kepercayaannya itu.
Meskipun Negara telah mengatur hak-hak individu dalam memilih keyakinan, tetap saja Negara perlu hadir untuk membina agar setiap warga Negara menjalankan cara-cara beragama sesuai dengan ajaran yang di yakini.
Sedangkan Menurut John Locke dalam bukunya yang berjudul The Second Treatise of Civil Government and a Letter Concerning Toleration (2002 ), hak asasi adalah hak yang diberikan Tuhan kepada manusia mencakup persamaan dan kebebasan yang sempurna, serta hak untuk mempertahankan hidup dan harta benda yang dimilikinya.
Beragama dan memilikinya, memberikan motivasi hidup yang kuat bagi mereka yang meyakini. Menjalankan kewajiban-kewajiban beragama dengan baik dan benar mampu membantu pemerintah untuk meningkatkan tanggung jawab moral dalam lingkungan masyarakat.
Kebebasan dalam beragama merupakan hak setiap orang diseluruh dunia. Maka dari itu dibutuhkan toleransi dan cakrawala berfikir yang luas serta inklusif terhadap perbedaan.
Sensitifitas antar kelompok beragama kerap kali terjadi gesekan ketika menyinggung keyakinan masing-masing penganut agama.
Konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat yang menyinggung persoalan agama memaksa pemerintah untuk selalu hadir dan tetap waspada terhadap ancaman yang mengikutinya.
Akhir dari tulisan ini menyandingkan antara Agama sebagai candu dan praktik beragama sebagai ancaman. Sebagai candu Agama menjadi sebuah kebutuhan. Dengan Agama setiap orang merasa tenang.
Namun, beragama memiliki paradikma yang berbeda, karena menuntut dan menggugat logika berpikir seseorang untuk selektif terhadap paham keberagamaan yang ia terima.
Membandingkan pendapat Karl Max diatas dengan ancaman keberagamaan menunjukan bahwa memiliki agama saja tidak cukup jika kurang memahami tata cara dalam beragama.
Beragama, selain melihat situasi dan kondisi (SIKON) yang paling penting juga memahami keadaan tuntutan tempat (KETUPAT). Kedua poin tersebut menurut saya mampu menjadi simfoni dalam menciptakan harmonisasi kebebasan dalam beragama.
Komentar0