Ir H Jumahir, selaku juru bicara Pengurus KTNA Lombok Barat |
Pembangunan Sembung Palace Ditentang Warga
LOMBOK BARAT , - Proyek pembangunan kawasan permukiman Sembung Palace di Desa Sembung, Kecamatan Narmada menuai kontroversi dari warga setempat. Pasalnya, pembangunan tersebut disinyalir mengorbankan lahan pertanian produktif di wilayah desa tersebut, di samping izin alih fungsi lahannya yang dinilai sumir. Kabar yang diserap media ini di lapangan, kuat dugaan bahwa pembangunan kawasan itu melalui mekanisme alih fungsi lahan. Seperti dinyatakan kelompok massa yang menamakan diri, Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Lombok Barat. Bahkan secara tegas kelompok ini menyatakan akan melakukan serangkaian langkah investigasi dan verifikasi terkait keluarnya izin alih fungsi lahan tersebut. Jum'at 29/01/21.
Ir H Jumahir, selaku juru bicara Pengurus KTNA Lombok Barat, menyatakan pihaknya dalam waktu dekat akan menyambangi sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di Lombok Barat untuk menelusuri proses terbitnya perizinan alih fungsi lahan dalam proyek perumahan Sembung Palace ini.
Seperti diketahui, pihak pengembang sudah mulai melakukan kegiatan pengurugan tanah untuk lokasi pembangunan perumahan.
"Mereka (pengembang) sudah mulai beraktivitas. Artinya sudah ada izin," cetus Jumahir, seraya menambahkan akan menelusuri ikhwalnya izin alih fungsi lahan tersebut."Kita akan mendatangi SKPD terkait untuk mengklarifikasi masalah ini," tandasnya.
Lebih jauh menurut Jumahir, sebuah proses perizinan alih fungsi lahan pertanian produktif untuk kawasan perumahan dan permukiman idealnya terlebih dulu mengantongi izin dari Dinas Pertanian, Dinas Permukiman, PUPR, dan juga Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah setempat.
"Dinas Lingkungan Hidup juga harus mengetahui masalah ini. Sebab adanya pembangunan gudang ini, otomatis kita bicara soal limbah juga. Limbah perumahan ini akan mempengaruhi kualitas pertanian sekitar," paparnya.
Jumahir menekankan, KTNA akan berkoordinasi dengan OPD dimaksud untuk mengklarifikasi sejauh mana unsur pemerintah mengetahui adanya proyek pengembangan perumahan yang mengorbankan lahan pertanian produktif ini.
"Kita akan pastikan prosesnya, mereka tahu atau tidak. Kemudian bagaimana izin bisa diterbitkan. Artinya, kalau memang pengembang belum mengantongi izin atau legalitasnya, kan tidak boleh beraktivitas. Nah ini sudah ada aktivitas, maka kita harus telusuri," tegasnya.
Ir H Jumahir yang juga Anggota DPRD Lombok Barat terpilih ini menegaskan, lahan pertanian di Desa Sembung dan Kecamatan Narmada pada umumnya merupakan lahan pertanian produktif bertipe IP 300.Artinya kawasan lahan pertanian ini didukung dengan sarana irigasi teknis utama yang sumber airnya berkualitas bagus.
IP 300 juga merupakan lahan pertanian yang bisa menghasilkan produksi padi tiga kali dalam setahun.
"Sehingga alih fungsi di lahan IP 300 ini tidak bisa asal-asalan. Perlu visibility study (kajian mendalam) dan perizinan yang panjang. Karena ini bisa berpengaruh pada ketahanan pangan daerah," katanya.
Menurutnya, Pemda Lombok Barat harus mengevaluasi masalah ini. Sebab, hal ini akan berpengaruh pada penyusutan luas lahan pertanian produktif di Lombok Barat.
KTNA bukan menentang pembangunan perumahan. Tapi sebaiknya lokasi yang dibangun harusnya bukan lahan pertanian produktif.
Apalagi alih fungsi lahan pertanian produktif sangat jelas diatur dalam Undang-Undang No 41 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PL2B).
"Patokan utama kita kan regulasi. Kalau regulasi sudah dilanggar jangan harap ini akan kita biarkan," katanya.
KTNA atau National Outstanding Farmers and Fishermen Association (NOFA) merupakan organisasi independen mitra pemerintah di Indonesia yang berorientasi pada aktivitas sosial di sektor agrikultur, yang berbasiskan agribisnis dan lingkungan hidup di pedesaan.
Sebelumnya, Ir H Jumahir menyoroti fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pengembangan gudang dan pemukiman di Lombok Barat.
Ia menekankan, alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Narmada dan Lingsar bukan saja melanggar aturan RTRW Pemda Lombok Barat, tapi juga sudah melanggar Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional.
Jumahir mengatakan, Narmada dan Lingsar merupakan dua Kecamatan penyangga pangan di Lombok Barat. Sebab itu, pendalaman kasus akan dilakukan dirinya sebagai anggota DPRD Lombok Barat nantinya.
"Ya kalau sudah di dewan tentu kita akan lebih luas mengkritisi masalah-masalah seperti ini. Apalagi ini soal lahan pertanian berkelanjutan," pungkasnya. (gl 02).
Komentar0