Budi Purnawan selaku ketua Tim PPHP BBIB Singosari untuk Provinsi NTB. Di Lokasi KTT Tandur Desi Desa Pengengat Kecamatan Pujut, Loteng. Senin (28/12/2020) |
LOMBOK TENGAH, - Kementrian Pertanian RI, melalui Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Dirjen Peternakan & Kesehatan Hewan Kementan RI, yang bertanggung jawab pada Program 1.000 Sapi untuk area Provinsi Jatim, NTB dan NTT, menegaskan bahwa pengadaan sapi di NTB telah sesuai spesifikasi, dan terbaik dalam implementasi program tersebut.
"Kami melakukan pemeriksaan dengan ketat atas sapi-sapi yang didroping oleh Pihak Penyedia kepada KTT (Kelompok Tani Ternak, red). Kami jamin bahwa setiap ekor sapi yang diterima oleh Pihak KTT, telah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh Kementan RI," ujar Ahmad Budi Purnawan selaku ketua Tim PPHP BBIB Singosari untuk Provinsi NTB. Di Lokasi KTT Tandur Desi Desa Pengengat Kecamatan Pujut, Loteng. Senin (28/12/2020)
Pihaknya mengaku setiap Sapi yang diterima telah dicek kesesuaian sepsifikasinya dengan mengacu pada Keputusan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor: 9632/Kpts/ RC.O40 I F I 08 / 2O20 tentang Petunjuk Teknis Program dan Kegiatan Pengembangan 1.000 Desa Sapi.
"Dalam Bab II Hal. 12 Petunjuk Teknis tersebut, dijelaskan bahwa usia Sapi Bakalan 12-24 bulan. Berat Badan 300 Kg, Bebas Cacat, dan dinyatakan sehat. Sementara, untuk sapi indukan berusia 24-36 bulan dan berat badan 350 Kg," imbuh Ahmad.
Saat ini, telah diserah terimakan sebanyak 50 Sapi bakalan/penggemukan yang telah sesuai kriteria dari pihak penyedia kepada pihak KTT Tandur Desi, Desa Pengengat, Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. Dan ada 85 Sapi yang dikembalikan kepada pihak Ketiga/Penyedia karena tidak sesuai spesifikasi.
"Kemarin, bahkan kami mengembalikan 85 ekor sapi yang didroping dari luar Lombok Tengah. Karena tidak sesuai spesifikasi. Tapi, ini sebelum diterima peternak lho ya. Jadi, kami menjamin penuh, bahwa semua sapi yang diterima Kelompok (KTT, red) hanya yang telah memenuhi spesifikasi," terang Ahmad.
Sementara, terkait adanya informasi yang menyebutkan bahwa sapi dalam program ini harus menggunakan jenis Sapi Brahman Cross Australia dan bukan sapi lokal, Ahmad membantah tentang wajibnya jenis sapi import tersebut.
"Tidak ada dalam Juknis Kementan RI yang menyebutkan jenis sapi harus impor atau lokal. Yang wajib dipenuhi adalah spesifikasi sebagaimana kami jelaskan. Dan memang itu ketentuan umum. Bahwa tidak boleh ada dalam pengadaan barang/jasa sebagaimana tertuang dalam Perpes 16/2020 itu yang menyebutkan merk tertentu," imbuhnya.
Ahmad secara khusus mengapresiasi kekompakan dan sinergi yang ada di provinsi NTB, sehingga program 1.000 Desa Sapi di NTB bisa berjalan. Karena ia mengatakan bahwa untuk di daerah lain telah ada yang gagal untuk tahun 2020, diantaranya Provinsi NTT.
"Provinsi NTB ini yang terbaik dalam implementasi palaksanaan program 1000 Desa Sapi. Support Gubernur NTB, Bu Kadis Peternakan NTB, Kadis Peternakan Kabupaten/Kota di NTB, termasuk KTT, sangat luar biasa," puji Ahmad.
Sementara itu, Ketua KTT Tandur Desi Desa Pengengat Kecamatan Pujut, Loteng, Ade Kirman, menyampaikan terima kasih dan apresiasinya kepada Kementan RI, Pemprov NTB, dan Pemkab Lombok Tengah, atas diberikan kelompoknya bantuan sapi tersebut.
"Kami mengucapkan terima kasih atas diberikannya bantuan Sapi pada kelolompok kami. Saat ini kami telah menerima 50 ekor, semoga 150 ekornya sisanya, bisa kami terima dalam waktu dekat ini," ujarnya.
Pihaknya mengaku dalam Bimtek yang diikutinya beberapa waktu lalu. Sudah dijelaskan bahwa sapi yang akan diberikan oleh Kementan RI bisa merupakan sapi import atau lokal.
"Memang sudah dijelaskan sejak awal bahwa sapi yang diberikan bisa saja Sapi Brahman Cross atau Lokal. Jadi, kami tidak ada masalah, yang penting sesuai spesifikasi dan jumlahnya," imbuh Ade.
Sementara itu, Penanggung Jawab dari Pihak Penyedia Sapi, PT Sumekar Nurani Madura, Heri Triatno, menjelaskan, bahwa pihaknya memenangkan Tender dari HPS Kementan RI untuk sapi Bakalan/penggemukan senilai Rp.19.708.166,- per ekor. Namun, ditawar oleh perusahannya, dan telah ditetapkan menjadi harga pemenang tender menjadi Rp 15.700.000,- per ekor.
"Jadi bukan 35 juta ya. Tapi Rp.17,5 JT per ekor. Sesuai dengan SPP BBIB Singosari Dirjen Peternakan & Kesehatan Hewan Kementan RI Nomor:
No B-05009/PL.010/F2.K/11/2020. Kami akan berusaha menyelesaikan pekerjaan ini. Meskipun banyak kendala yang dihadapi terkait spesifikasi yang ketat, sementara harga sudah terlanjur kami tawar dengan harga miring,"
Pihaknya, mengaku merencanakan dengan harga tersebut, bisa mengambil Sapi di luar NTB yang lebih murah. Namun, pihaknya tidak menduga ada regulasi Pergub NTB Nomor 38/2019 Tentang Tata Niaga, yang membuat pihaknya tidan bisa sembarangan memasukkan Sapi dari daerah yang belum bebas penyakit sapi ke provinsi NTB.
"NTB memang Istimewa. Ternyata, disini hanya bisa masuk Sapi yang berasal dari daerah yang bebas penyakit saja. Jatim tenyata belum bebas penyakit sapi. Jadi kami tidak bisa bawa masuk sapi dari sana. Tapi berkat support dari Bu Kadis Peternakan NTB, serta Pak Kadis Perternakan Kab/Kota se NTB, akhirnya kami bisa menemukan sapi yang sesuai spesifikasi dari lokal NTB sendiri. Luar biasa Sinergi dan kekompakan Pemerintah dan masyarakat NTB" tandas Heri. (Gl 02)
Komentar0